Aku, Prinsip, dan Kota yang Tidak Pernah Sepenuhnya Mengerti
Malam ini, aku pulang dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Pulang setelah makan malam bersama seseorang yang baru aku kenal. Bukan apa-apa. Aku hanya ingin berteman. Aku sedang merantau. Dan kadang, kesepian bisa terasa terlalu senyap untuk didiamkan.
Siapa sangka... niat tulus dan cerita jujur justru jadi bahan penghakiman.
Aku cerita bahwa dulu, saat masih SMP, aku pernah mencoba hal-hal yang seharusnya tidak aku lakukan. Sekali, dan tidak pernah aku ulangi. Karena aku sadar, itu bukan jalan yang aku ingin tempuh.
Aku cerita tentang ayahku yang juga pernah menjalani gaya hidup seperti itu. Tapi tak pernah sekalipun membiarkan aku mengikuti jejaknya. Justru dari beliaulah aku belajar tentang tanggung jawab, kejujuran, dan kerja keras — meskipun beliau jauh dari gambaran "sempurna" yang sering dibentuk orang.
Aku bilang aku punya prinsip — bahwa aku tidak akan melakukan hubungan fisik sebelum menikah. Bukan karena aku dibesarkan dalam keluarga agamis, tapi karena aku memilih untuk menjaga diriku.
Tapi semua itu dianggap tidak meyakinkan.
“Cowok-cowok pasti ilfeel denger kamu cerita kayak gitu.”
Itu katanya. Dan aku hanya menjawab dengan tenang:
“Ya, aku memang gak istimewa.”
Namun malam ini, aku ingin merevisi jawabanku. Aku mungkin tidak istimewa di matanya — tapi aku tidak pernah kehilangan diriku.
- Aku perempuan yang belajar dari masa lalu.
- Perempuan yang punya luka, tapi juga punya arah.
- Perempuan yang tidak malu mengakui bahwa aku pernah salah — tapi tidak akan memilih jatuh di tempat yang sama.
Malam ini aku ingat kata Abah:
“Kota itu banyak gaya, kita harus pintar-pintar jaga diri.”
Dan ya, aku baru benar-benar mengerti maksudnya. Ternyata yang paling harus dijaga bukan hanya tubuhku — tapi harga diriku sendiri.
Untuk kamu yang membaca ini...
Kalau kamu pernah merasa terlalu “biasa”, terlalu “berdosa”, terlalu “gak pantas” — percayalah: kamu tidak harus sempurna untuk layak dihargai.
Kamu cuma perlu tetap memilih jadi baik, meski dunia bilang kamu aneh.
Dan kalau kamu juga sedang capek seperti aku malam ini — mari kita diam sebentar. Bukan untuk menyerah. Tapi untuk menyadari bahwa kita berhak memilih jalan yang benar, meskipun itu membuat kita sendirian untuk sementara waktu.
— Yesi's Note
Komentar
Posting Komentar